Sauudara-saudara sekalian, manusia sebagai ciptaan Tuhan yang paling mulia memiliki akal dan pikiran serta perasaan. Akal yang mampu untuk berfikir denagn baik, dan pikiran yang dapat mengidentifikasi, menolak, menjumlah dan sebagainya. Sementara perasaan yang dapat mengangumi, mengasihi, peduli serta menyesali dan sebagainya. Perilaku mengangumi, mengasihi, menyesali tersebut menjelsakan bahwa manusia dapat belajar menggunakan perasaan. Maka manusia dapat berbuat dengan fikiran dan perasaan.
Perasaan sangatlah penting digunakan untuk bertindak dalam banyak hal, karena perasaan akan menggerakkan hati kita oleh rasa iba atau belas kasihan.
Berperasaan Seperti Kristus
Jemaat Filipi juga menaruh belas kasihan kepada Paulus ketika ia berada di penjara sebagai tawanan. Melalui Efaproditus, jemaat Filipi mengunjungi Paulus dengan mendoakan serta membawa bantuan kepadanya. Hal ini berarti rasa belas kasih jemaat Filipi kepada PAulus tidak berubah sejak awal. Inilah yang membuat Paulus sangat bersukacita (Filipi 4:10).
Hal yang serupa juga diingiinkan Paulus kepda kita manusia modern saat ini. Paulus menginginkan kita untuk berfikir dan berperasaan seperti Kristus seperti yang sudah dipraktekkan oleh jemaat Filipi kepadanya. Teladan KRistus yang sudah dibuktikan semasa hidupNya di dunia ini adalah contoh yang harus kita teladani sebagai pengikut Kristus. Perwujudan pikiran dan perasaan Kristus adalah cirri-ciri orang yang beriman. Buah fikiran dan perasaan Kristus adalah mengambil rupa seorang hamba menjadi sama dengan manusia “merendahkan diri” dan taat sampai mati. Demikianlah kita tahu bahwa Yesus adalah rupa Allah dan ia adalah Allah. Pikiran dan perasaan seperti inilah yang seharusnya kita praktekkan dalam kehidupan kita sehari-hari. Karena dengan demikian kita telah meneladani Yesus dalam hidup kita. Tetapi dapat kita lihat bahwa manusia saat ini hati nuraninya seolah-olah telah “mati”, tidak lagi berperikemanusiaan. Kesombongan sudah menjadi sifat dasar manusia sekarang ini baik di sekolah, bermasyarakat, berpolitik dan bahkan bergereja. Sudah sangat sulit untuk menemukan manusia yang mau merendahkan diri yang mau berwelas asih terhadap sesame manusia yang membutuhkan belas kasihan.
Manusia sudah tahu bahwa sesuatu itu tidak baik, tetapi masih juga dilakukan. Manusia tahu apa itu belas kasihan tetapi tidak nampak dalam praksisnya. Inilah yang terjadi jika manusia hanya menggunakan fikiran tetapi mengalahkan perasaan. Hati nurani manusia sudah tidak lagi berfungsi. Terlalu menggunakan fikiran yang sangat menonjolkan ego dari manusia itu. Seolah-olah manusia itu tidak lagi memerlukan manusia yang lain. Sementara tidak mungkin manusia hidup tanpa orang lain, karena manusia saling bergantung terhadap manusia yang lainnya. Pada akhirnya terserah kepada kita, apakah kita hanya menggunakan pikiran atau kedua-duanya.
Tetapi satu yang pasti, ketika pikiran dan perasaan digunakan dalam bertindak maka hasilnya akan mendatangkan sukacita bagi diri kita sendiri dan juga orang lain. Salam.
0 komentar:
Posting Komentar